google search

Senin, 07 Februari 2011

TANGIS SEORANG AYAH


Apakah Ada yang Salah Dengan Ayah..?


Dr. Arun Gandhi cucu dari mendiang Mahatma Gandhi pernah menceritakan


satu kisah dalam hidupnya yang sungguh mengesankan, sebagai berikut.





Kala itu usia saya kira-kira masih 16 tahun dan saya tinggal bersama kedua orang
tua di sebuah lembaga yang didirikan oleh kakek saya, Mahatma Gandhi.


Kami tinggal disebuah perkebunan tebu kira-kira 18 mil jauhnya dari kota Durban,
Afrika Selatan. Rumah kami jauh di pelosok desa terpencil sehingga hampir tidak
memiliki tetangga. Oleh karena itu saya dan kedua saudara perempuan saya sangat
senang sekali bila ada kesempatan untuk bisa pergi ke pusat kota, untuk sekedar
mengunjungi rekan atau terkadang menonton film dibioskop.


Pada suatu hari kebetulan ayah meminta saya menemani beliau ke kota untuk
menghadiri suatu konferensi selama seharian penuh. Bukan main girangnya saya
saat itu.Karena ibu tahu kami hendak ke kota maka ibu menitipkan daftar panjang
belajaan yang ia butuhkan, disamping itu ayah juga memberikan beberapa tugas
kepada saya, termasuk salah satunya adalah memperbaiki mobil dibengkel.

Pagi itu setelah kami tiba ditempat konferensi; ayah berkata kepada saya; “Arun;
jemput ayah disini ya, nanti jam 5 sore....dan kita akanpulang bersama-sama”.

Baik ayah, saya akan berada disini tepat jam 5 sore.Jawab saya dengan penuh
keyakinan.Setelah itu saya segera meluncur untuk menyelesaikan tugas yang
dititipkan ayah dan ibu kepada saya satu persatu. Sampai akhirnya hanya tinggal
satu pekerjaan yang tersisa yakni menunggu mobil selesai dari bengkel.Sambil
menunggu mobil diperbaiki tidak ada salahnya aku pikir untuk mengisi waktu
senggangku dengan pergi ke bioskop menonton sebuah film.

Saking asyiknya nonton ternyata saat saya melihat jam; waktu sudah menunjukkan
pukul 17:30, sementara saya janji menjemput ayah pukul 17:00.

Segera saja saya melompat dan buru-buru menuju bengkel untuk mengambil mobil,
dan segera menjemput ayah yang sudah hampir satu jam menunggu.

Saat saya tiba sudah hampir pukul 18:00 sore. Dengan gelisah ayah bertanya pada
saya; Arun! kenapa kamu terlambat menjemput ayah..?

Saat itu saya merasa bersalah dan sangat malu untuk mengakui bahwa saya tadi
keasyikan nonton film, sehingga saya terpaksa berbohong dengan mengatakan; “Maaf
Ayah” “Tadi mobilnya belum selesai diperbaiki sehingga Arun harus menunggu.”

Ternyata tanpa sepengathuan saya, ayah sudah terlebih dahulu menelpon bengkel
mobil tersebut, sehingga ayah tahu jika saya berbohong;
Lalu wajah ayah tertunduk sedih; sambil menatap saya ayah berkata; “Arun,
sepertinya ada sesuatu yang salah dengan ayah dalam mendidik dan membesarkan
kamu”; “sehingga kamu tidak punya keberanian untuk berbicara jujur kepada ayah”.

Untuk menghukum kesalahan ayah ini, biarlah ayah pulang dengan berjalan kaki;
sambil merenungkan dimana letak kesalahannya.

Lalu dengan tetap masih berpakaian lengkap ayah mulai berjalan kaki menuju jalan
pulang kerumah.Padahal hari sudah mulai gelap dan jalanan semakin tidak
rata.Saya tidak sampai hati meninggalkan ayah sendirian seperti itu; meskipun
ayah telah ditawari naik, beliau tetap berkeras untuk terus berjalan kaki,
akhirnya saya mengendarai mobil pelan-pelan dibelakang beliau, dan tak terasa
air mata saya menitik melihat penderiataan yang

dialami beliau hanya karena kebohongan bodoh yang telah saya lakukan. Sungguh
saya begitu menyesali perbuatan sayatersebut. Sejak saat ituseumur hidup, saya
selalu berkata jujur pada siapapun.Sering sekali saya mengenang kejadian itu dan
merasa begitu terkesan; seandainya saja saat itu ayah menghukum saya sebagai
mana pada umumnya orang tua menghukum anaknya yang berbuat salah; kemungkinan
saya akan menderita atas hukuman itu; dan mungkin hanya sedikit saja
menyadari kesalahan saya. Tapi dengan satu tindakan mengevaluasi diri yang
dilakukan ayah; meskipun tanpa kekerasan justru telah memiliki kekuatan yang
luar biasa untuk bisa mengubah diri saya sepenuhnya.

Saya selalu mengingat kejadian itu seolah-olah seperti baru terjadi kemarin.



Para orang tua . . . . .Ayah Dr Arun Gandhi tersebut sungguh

seorang ayah dan guru yang luar biasa dalam mendidik anaknya.

Sebuah kisah emas untuk para orangtua dalam mendidik dan membesarkan anak-anak.





Kisah ini begitu menginspirasi saya secara pribadi; untuk selalu mengevaluasi
diri

manakala anak-anak tercinta saya mulai menunjukkan prilaku yang kurang terpuji.

Ya, saya membiasakan diri untuk selalu bertanya:

Apa yang salah dari saya, mengapa anak saya bisa seperti itu...???