google search

Rabu, 09 September 2009

Kerajaan Kadiri














Kerajaan Kadiri atau Kerajaan Panjalu, adalah sebuah kerajaan yang terdapat di Jawa Timur antara tahun 1042-1222. Kerajaan ini berpusat di kota Daha, yang terletak di sekitar Kota Kediri sekarang.

1 Latar Belakang
2 Perkembangan Panjalu
3 Karya Sastra Zaman Kadiri
4 Runtuhnya Kadiri
5. Raja-Raja yang Pernah Memerintah Daha
o 5.1 1. Pada saat Daha menjadi ibu kota kerajaan yang masih utuh
o 5.2 2. Pada saat Daha menjadi ibu kota Panjalu
o 5.3 3. Pada saat Daha menjadi bawahan Singhasari
o 5.4 4. Pada saat Daha menjadi ibu kota Kadiri
o 5.5 5. Pada saat Daha menjadi bawahan Majapahit
o 5.6 6. Pada saat Daha menjadi ibu kota Majapahit
6 Kepustakaan



Latar Belakang

Sesungguhnya kota Daha sudah ada sebelum Kerajaan Kadiri berdiri. Daha merupakan singkatan dari Dahanapura, yang berarti kota api. Nama ini terdapat dalam prasasti Pamwatan yang dikeluarkan Airlangga tahun 1042. Hal ini sesuai dengan berita dalam Serat Calon Arang bahwa, saat akhir pemerintahan Airlangga, pusat kerajaan sudah tidak lagi berada di Kahuripan, melainkan pindah ke Daha.

Pada akhir November 1042, Airlangga terpaksa membelah wilayah kerajaannya karena kedua putranya bersaing memperebutkan takhta. Putra yang bernama Sri Samarawijaya mendapatkan kerajaan barat bernama Panjalu yang berpusat di kota baru, yaitu Daha. Sedangkan putra yang bernama Mapanji Garasakan mendapatkan kerajaan timur bernama Janggala yang berpusat di kota lama, yaitu Kahuripan.

Menurut Nagarakretagama, sebelum dibelah menjadi dua, nama kerajaan yang dipimpin Airlangga sudah bernama Panjalu, yang berpusat di Daha. Jadi, Kerajaan Janggala lahir sebagai pecahan dari Panjalu. Adapun Kahuripan adalah nama kota lama yang sudah ditinggalkan Airlangga dan kemudian menjadi ibu kota Janggala.

Pada mulanya, nama Panjalu atau Pangjalu memang lebih sering dipakai dari pada nama Kadiri. Hal ini dapat dijumpai dalam prasasti-prasasti yang diterbitkan oleh raja-raja Kadiri. Bahkan, nama Panjalu juga dikenal sebagai Pu-chia-lung dalam kronik Cina berjudul Ling wai tai ta (1178).

Perkembangan Panjalu

Masa-masa awal Kerajaan Panjalu atau Kadiri tidak banyak diketahui. Prasasti Turun Hyang II (1044) yang diterbitkan Kerajaan Janggala hanya memberitakan adanya perang saudara antara kedua kerajaan sepeninggal Airlangga.

Sejarah Kerajaan Panjalu mulai diketahui dengan adanya prasasti Sirah Keting tahun 1104 atas nama Sri Jayawarsa. Raja-raja sebelum Sri Jayawarsa hanya Sri Samarawijaya yang sudah diketahui, sedangkan urutan raja-raja sesudah Sri Jayawarsa sudah dapat diketahui dengan jelas berdasarkan prasasti-prasasti yang ditemukan.

Kerajaan Panjalu di bawah pemerintahan Sri Jayabhaya berhasil menaklukkan Kerajaan Janggala dengan semboyannya yang terkenal dalam prasasti Ngantang (1135), yaitu Panjalu Jayati, atau Panjalu Menang.

Pada masa pemerintahan Sri Jayabhaya inilah, Kerajaan Panjalu mengalami masa kejayaannya. Wilayah kerajaan ini meliputi seluruh Jawa dan beberapa pulau di Nusantara, bahkan sampai mengalahkan pengaruh Kerajaan Sriwijaya di Sumatra.

Hal ini diperkuat kronik Cina berjudul Ling wai tai ta karya Chou Ku-fei tahun 1178, bahwa pada masa itu negeri paling kaya selain Cina secara berurutan adalah Arab, Jawa, dan Sumatra. Saat itu yang berkuasa di Arab adalah Bani Abbasiyah, di Jawa ada Kerajaan Panjalu, sedangkan Sumatra dikuasai Kerajaan Sriwijaya.

Penemuan Situs Tondowongso pada awal tahun 2007, yang diyakini sebagai peninggalan Kerajaan Kadiri diharapkan dapat membantu memberikan lebih banyak informasi tentang kerajaan tersebut.

Karya Sastra Zaman Kadiri

Seni sastra mendapat banyak perhatian pada zaman Kerajaan Panjalu-Kadiri. Pada tahun 1157 Kakawin Bharatayuddha ditulis oleh Mpu Sedah dan diselesaikan Mpu Panuluh. Kitab ini bersumber dari Mahabharata yang berisi kemenangan Pandawa atas Korawa, sebagai kiasan kemenangan Sri Jayabhaya atas Janggala.

Selain itu, Mpu Panuluh juga menulis Kakawin Hariwangsa dan Ghatotkachasraya. Terdapat pula pujangga zaman pemerintahan Sri Kameswara bernama Mpu Dharmaja yang menulis Kakawin Smaradahana. Kemudian pada zaman pemerintahan Kertajaya terdapat pujangga bernama Mpu Monaguna yang menulis Sumanasantaka dan Mpu Triguna yang menulis Kresnayana.

Runtuhnya Kadiri
Arca Buddha Vajrasattva zaman Kadiri, abad X/XI, koleksi Museum für Indische Kunst, Berlin-Dahlem, Jerman.

Kerajaan Panjalu-Kadiri runtuh pada masa pemerintahan Kertajaya, dan dikisahkan dalam Pararaton dan Nagarakretagama.

Pada tahun 1222 Kertajaya sedang berselisih melawan kaum brahmana yang kemudian meminta perlindungan Ken Arok akuwu Tumapel. Kebetulan Ken Arok juga bercita-cita memerdekakan Tumapel yang merupakan daerah bawahan Kadiri.

Perang antara Kadiri dan Tumapel terjadi dekat desa Ganter. Pasukan Ken Arok berhasil menghancurkan pasukan Kertajaya. Dengan demikian berakhirlah masa Kerajaan Kadiri, yang sejak saat itu kemudian menjadi bawahan Tumapel atau Singhasari.

Raja-Raja yang Pernah Memerintah Daha

Berikut adalah nama-nama raja yang pernah memerintah di Daha, ibu kota Kadiri:

1. Pada saat Daha menjadi ibu kota kerajaan yang masih utuh

Airlangga, merupakan pendiri kota Daha sebagai pindahan kota Kahuripan. Ketika ia turun takhta tahun 1042, wilayah kerajaan dibelah menjadi dua. Daha kemudian menjadi ibu kota kerajaan bagian barat, yaitu Panjalu.

Menurut Nagarakretagama, kerajaan yang dipimpin Airlangga tersebut sebelum dibelah sudah bernama Panjalu.

2. Pada saat Daha menjadi ibu kota Panjalu

* Sri Samarawijaya, merupakan putra Airlangga yang namanya ditemukan dalam prasasti Pamwatan (1042).
* Sri Jayawarsa, berdasarkan prasasti Sirah Keting (1104). Tidak diketahui dengan pasti apakah ia adalah pengganti langsung Sri Samarawijaya atau bukan.
* Sri Bameswara, berdasarkan prasasti Padelegan I (1117), prasasti Panumbangan (1120), dan prasasti Tangkilan (1130).
* Sri Jayabhaya, merupakan raja terbesar Panjalu, berdasarkan prasasti Ngantang (1135), prasasti Talan (1136), dan Kakawin Bharatayuddha (1157).
* Sri Sarweswara, berdasarkan prasasti Padelegan II (1159) dan prasasti Kahyunan (1161).
* Sri Aryeswara, berdasarkan prasasti Angin (1171).
* Sri Gandra, berdasarkan prasasti Jaring (1181).
* Sri Kameswara, berdasarkan prasasti Ceker (1182) dan Kakawin Smaradahana.
* Kertajaya, berdasarkan prasasti Galunggung (1194), Prasasti Kamulan (1194), prasasti Palah (1197), prasasti Wates Kulon (1205), Nagarakretagama, dan Pararaton.

] 3. Pada saat Daha menjadi bawahan Singhasari

Kerajaan Panjalu runtuh tahun 1222 dan menjadi bawahan Singhasari. Berdasarkan prasasti Mula Malurung, diketahui raja-raja Daha zaman Singhasari, yaitu:

* Mahisa Wunga Teleng putra Ken Arok
* Guningbhaya adik Mahisa Wunga Teleng
* Tohjaya kakak Guningbhaya
* Kertanagara cucu Mahisa Wunga Teleng (dari pihak ibu), yang kemudian menjadi raja Singhasari

4. Pada saat Daha menjadi ibu kota Kadiri

Jayakatwang, adalah keturunan Kertajaya yang menjadi bupati Gelang-Gelang. Tahun 1292 ia memberontak hingga menyebabkan runtuhnya Kerajaan Singhasari. Jayakatwang kemudian membangun kembali Kerajaan Kadiri. Tapi pada tahun 1293 ia dikalahkan Raden Wijaya pendiri Majapahit.

5. Pada saat Daha menjadi bawahan Majapahit

Sejak tahun 1293 Daha menjadi negeri bawahan Majapahit yang paling utama. Raja yang memimpin bergelar Bhre Daha tapi hanya bersifat simbol, karena pemerintahan harian dilaksanakan oleh patih Daha. Para pemimpin Daha zaman Majapahit antara lain:

* Jayanagara, tahun 1295-1309, didampingi Patih Lembu Sora.
* Rajadewi, tahun 1309-1370-an, didampingi Patih Arya Tilam, kemudian Gajah Mada.

Setelah itu, nama-nama pejabat Bhre Daha tidak diketahui dengan pasti.

6. Pada saat Daha menjadi ibu kota Majapahit

Menurut Suma Oriental tulisan Tome Pires, pada tahun 1513 Daha menjadi ibu kota Majapahit yang dipimpin oleh Bhatara Wijaya. Nama raja ini identik dengan Dyah Ranawijaya yang dikalahkan oleh Sultan Trenggana raja Demak tahun 1527.

Sejak saat itu nama Kediri lebih terkenal dari pada Daha.

Bhagawadgita


Bhagawadgita (Sanskerta: भगवद् गीता; Bhagavad-gītā) adalah sebuah bagian dari Mahabharata yang termasyhur, dalam bentuk dialog yang dituangkan dalam bentuk syair. Dalam dialog ini, Kresna, kepribadian Tuhan Yang Maha Esa adalah pembicara utama yang menguraikan ajaran-ajaran filsafat vedanta, sedangkan Arjuna, murid langsung Sri Kresna yang menjadi pendengarnya. Secara harfiah, arti Bhagavad-gita adalah "Nyanyian Sri Bhagawan (Bhaga = kehebatan sempurna, van = memiliki, Bhagavan = Yang memiliki kehebatan sempurna; ketampanan sempurna, kekayaan yang tak terbatas, kemasyuran yang abadi,kekuatan yang tak terbatas, kecerdasan yang tak terbatas, dan ketidakterikatan yang sempurna, yang di miliki sekaligus secara bersamaan).

Syair ini merupakan interpolasi atau sisipan yang dimasukkan kepada "Bhismaparwa". Adegan ini terjadi pada permulaan Baratayuda, atau perang di Kurukshetra. Saat itu Arjuna berdiri di tengah-tengah medan perang Kurukshetra di antara pasukan Korawa dan Pandawa. Arjuna bimbang dan ragu-ragu berperang karena yang akan dilawannya adalah sanak saudara, teman-teman dan guru-gurunya. Lalu Arjuna diberikan pengetahuan sejati mengenai rahasia kehidupan (spiritual) yaitu Bhagawadgita oleh Kresna yang berlaku sebagai sais Arjuna pada saat itu.



* 1 Penulis
* 2 Daftar isi
* 3 Bhagawadgita dalam budaya Jawa Kuna dan Bali
o 3.1 Bhismaparwa
o 3.2 Bharatayuddha
* 4 Lihat pula

Penulis

Penulis Bhagawadgita adalah Sri Krishna Dvipayana Vyasa atau Resi Byasa. Bhagawadgita merupakan ajaran universal yang diperuntukkan untuk seluruh umat manusia, sepanjang masa. Untuk mengetahui rahasia kehidupan sejati di dunia ini sehingga dapat terbebaskan dari kesengsaraan dunia dan akhirat . Umat Hindu meyakini, Bhagawadgita merupakan ilmu pengetahuan abadi, yakni sudah ada sebelum umat manusia menuliskan sejarahnya dan ajarannya tidak akan dapat dimusnahkan.

Daftar isi

Kitab ini terdiri dari 18 bab, yaitu:

* BAB 1 Arjuna Wisada Yoga (Meninjau tentara-tentara di medan perang Kurukshetra). Tentara-tentara kedua belah pihak siap siaga untuk bertempur. Arjuna, seorang ksatria yang perkasa, melihat sanak keluarga, guru-guru, dan kawan-kawannya dalam tentara-tentara kedua belah pihak siap untuk bertempur dan mengorbankan nyawanya. Arjuna tergugah kenestapaan dan rasa kasih sayang, sehingga kekuatannya menjadi lemah, pikirannya bingung, dan dia tidak dapat bertabah hati untuk bertempur.
Arjuna Wisada Yoga
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari

Arjuna Wisada Yoga adalah sebuah bab dalam kitab Bhagawadgita. Bab ini menceritakan keragu-raguan dalam diri Arjuna, setelah ia menyaksikan saudara, guru, sahabat dan kerabatnya yang siap untuk bertempur di Kurukshetra. Ia menyadari dampak peperangan yang akan terjadi, dan dianggap bertentangan dengan ajaran Dharma. Bab ini juga menggambaran situasi dan kondisi yang berlangsung menjelang perang di Kurukshetra, perang saudara terbesar dalam sejarah umat manusia.

Pertentangan ajaran dharma yang terjadi dalam diri Arjuna, antara lain adalah:

* Ahimsa
* larangan membunuh guru sebagai dosa besar (mahāpataka)
* ajaran Wairagya, sebagai sistem pencapaian tujuan moksa
* kemerosotan moral dan musnahnya tradisi leluhur, sebagai ekses terjadinya peperangan
* kekacauan dalam sistem warnasrama-dharma termasuk persepsi timbulnya kekacauan dalam jatidharma dan dharma

Atas pemikiran bahwa peperangan itu bertentangan dengan dharma, Arjuna mengharapkan bimbingan dari Kresna untuk keluar dari kebingunggan ini.

[sunting] Uraian dalam Bhagawad Gita

Arjuna Dalam Keragu-raguan dan Kehilangan Harapan

* Dretarastra berkata :

Di tanah lapang kebenaran, di tanah lapang dari kerajaan Kuru, sewaktu putra – putraku berkumpul bersama – sama dengan putra – putra Pandu dengan keinginan berperang, apa yang telah diperbuatnya, O Sanjaya?

Ada dua pasukan
Sanjaya (kiri) menceritakan suasana di medan perang Kurukshetra kepada Dretarastra

* Sanjaya berkata :

Jadi setelah Duryodhana menyaksikan tentara daripada Pandawa yang telah teratur dan siap sedia untuk berperang, beliau lalu segera mendekati gurunya yaitu Drona, dan berkata sebagai berikut :

"Saksikanlah, O Guru, kekuatan tentara dari putra – putra Pandu yang telah siap sedia diatur oleh Dhrestadyumna, sisya Paduka yang bijaksana, yaitu putra dari Drupada. Turut serta pula para pahlawan yang keahliannya, kebesarannya dalam hal panah – memanah sama dengan Bhima dan Arjuna di dalam peperangan sebagai Satyaki, Wirata dan Drupada pahlawan kereta yang besar. Dhrishtaketu, Cekitanah dan raja dari Kasi yang wiryawan, gagah perkasa, juga prajurit, Kuntiboja dan Saibya adalah orang – orang yang terkemuka. Yudamanyu, yang kuat dan Uttamauja yang wirawan dan juga putra dari Subadra dan putra – putra dari Drupadi semuanya adalah pahlawan – pahlawan kereta yang besar. Ketahui juga, O Dwijati utama, pemimpin – pemimpin dari tentaraku yang paling terkemuka diantara kita. Aku ingin menyebutkan namanya sekarang untuk diketahui. Paduka sendiri, Bhisma, Karna dan Kripa, yang selalu unggul didalam peperangan, Aswatama, Wikarna dan juga putra dari Somadhata. Dan banyak pahlawan lainnya yang menyerahkan jiwanya untuk kepentinganku. Mereka dipersenjatai dengan bermacam–macam senjata dan semuanya mahir dalam peperangan. Inilah tentara kita yang dibela oleh Bhisma dan tak terbilang jumlahnya, sedangkan tentara mereka yang dibela oleh Bhima adalah terbatas jumlahnya. Oleh karena itu semua hendaknya membantu Bhisma, berdiri teguh pada semua bagian depan dalam kedudukannya masing – masing."


Peniupan Sankhakala
Peniupan Sankhakala oleh Arjuna (kiri) dan Krisna menyatakan kesiapan berperang melawan Adharma

Untuk menggembirakan Duryodhana, maka Bhisma yang kuat dan yang tertua diantara para Kuru lalu berteriak dengan keras bagai singa dan meniup sankhakala. Dan dengan mengikuti Bhisma lalu segera terompet dan tambur dan serompet dari tanduk lembu, berbunyi tiada putus – putusnya, gemuruhlah suaranya. Dan sesudah berada di dalam kereta yang besar, yang ditarik oleh kuda putih, Madhawa dan Pandawa (Krishna dan Arjuna) lalu meniup terompetnya yang terkeramat. Krishna meniup Pancajanya, Arjuna (Dhananjaya), Dewadatta dan Bhima (Wrikodara) yang dengan hati yang keras sankhakala yang luar biasa itu dengan nama Paundra. Semua kejadian ini menyatakan bahwa mereka sudah siap sedia untuk bertempur. Raja Yudhistira, putra dari Kunti, meniup terompetnya yang bernama Anantawijaya dan Nakula dan Sahadewa juga meniup terompetnya dengan nama Soghosa dan Manipushpaka. Dan raja dari Kasi yang ahli dalam panah – memanah, Srikandi prawira yang besar, Dhrestadyumna dan Wirata dan Satyaki yang tak dapat ditaklukkan. O raja – diraja, Drupada dan putra – putra dari Drupadi dan putra dari Subadra yang bersenjatakan kuat dari segala pihak masing–masing meniup sankhakala. Suara yang guruh – gemuruh itu, yang melalui angkasa dan ini merobek – robek hati dari putra – putra Dhrestarastra.


Arjuna meninjau ke medan

O Maharaja, dengan melihat putra – putra Dhrestarastra yang telah teratur pada tempatnya siap sedia untuk berperang dan penembakan akan dimulai, maka Arjuna dengan Dwaja memakai simbol Hanuman (monyet) mengambil panahnya dan lalu berkata kepada Krishna sebagai berikut :

"O Achyuta, tempatkanlah keretaku diantara kedua tentara itu supaya aku dapat melihat mereka yang berdiri di sini dan mempunyai keinginan untuk berperang di medan perang ini, dengan siapa aku harus mengadu jiwa. Karena aku ingin melihat mereka yang berkumpul di sini, siap untuk berperang dan berhajat, benar untuk mencapai kemenangan di dalam peperangan ini demi cinta mereka pada putra Dhrestarastra yang berpikiran jahat itu."

Jadi dengan ucapan Arjuna ini, Krishna lalu menarik kereta yang terbaik ke antara dua pasukan tentara, O Dhrestarastra. Di hadapan Bhisma, Drona dan semua raja – raja lalu berkata :

“ O Arjuna lihatlah para Kuru berkumpul di sini”.

Di sana Arjuna melihat berdiri pada kedua belah pihak, nenek – nenek, mertua – mertua dan paman – paman, kakak – kakak, dan saudara sepupu, kepunyaannya sendiri anak – anak dan cucu – cucu, teman – teman, guru – guru dan juga teman – teman yang lainnya. Jadi setelah melihat semua kaum keluarga berdiri teratur, Arjuna lalu berbicara dengan berduka – cita, diliputi dengan penuh rasa belas kasihan. Ia diliputi oleh rasa maha kasih dan menyatakan ini dalam kesedihan.

Duka cita Arjuna :


“O Krishna, setelah aku melihat kaum keluargaku hadir di sini, ingin berperang anggota badanku tidak berdaya lagi dan mulut menjadi kering dan rambut tak bergerak lagi. Panah Gandiwa tergelincir dari tanganku dan kulit terbakar. Juga aku tak dapat berdiri tegak dan pikiranku goncang. Aku melihat ciri – ciri yang tidak baik. O Krishna, pun juga aku tak melihat adanya suatu kebaikan dengan membunuh orang – orangku di dalam peperangan. Aku tak mengingini kemenangan, kerajaan dan kesukaan. Apakah gunanya kerajaan itu bagi kita, O Krishna dan apakah pula gunanya kesenangan dan hidup ini?. Untuk kepentingan mereka kita mengingini kerajaan, kenikmatan dan kepuasan, kini semua mereka itu pada berdiri di sini di dalam medan perang, mempertaruhkan jiwa dan kekayaannya. Guru – guru, bapak – bapak, putra – putra, dan juga nenek – nenek, laki – laki, paman – paman dan mertua – mertua, cucu – cucu dan ipar – ipar dan keluarga lainnya. O Krishna, aku tak ingin membunuh mereka, meskipun aku tebunuh olehnya. Meskipun untuk kekuasaan di Tri Loka apalagi hanya untuk kekuasaan di bumi ini saja. Kenikmatan apakah yang akan dilimpahkan atas diri kita setelah membunuh putra – putra Dhrestarastra?. Hanya dosalah balasannya atas diri kita jika membunuh penjahat – penjahat ini. Jadi tidaklah patut kita membunuh putra – putra Dhrestarastra yaitu keluarga kita. Sesungguhnya, O Krishna, bagaimanakah kita dapat bergembira dengan jalan membunuh orang – orang kita? Mereka dengan pikiran diliputi oleh perasaan loba dan tamak tidak melihat kesalahan dalam menghancurkan keluarga dan juga tidak tahu berdosalah jika berduhaka terhadap teman. Tapi kita, O Krishna, yang mengetahui bahwa menghancurkan keluarga itu dosa, apakah sebabnya kita tidak mempunyai kebijaksanaan untuk dapat melepaskan diri dari perbuatan durhaka itu. Keluarga yang di dalam keadaan keruntuhan, Dharmanya menemui ajalnya. Jika Dharma menemui ajalnya seluruh keluarga diliputi perasaan Adharma. Dan jika Adharma meliputi suasana, O Krishna maka para wanita dari kaum keluarga menjadi jatuh moralnya dan bila para wanita moralnya jatuh, O Krishna, maka terjadilah kekacauan alam manusia. Kekacauan alamnya ini, adalah sebenarnya alam neraka bagi keluarga dan juga bagi mereka yang menghancurkannya. Karena jiwa dari leluhur mereka tidak ada yang menghaturi sajen. Ini adalah menunjukkan upacara yang dinamakan Sradha didalam agama Hindu. Yang terpenting didalam upacara ini adalah memberikan sumbangan yang berupa buah pikiran yang berguna kepada keluarga dari yang meninggal dan kepada semua mereka yang telah menduduki Pitra Loka, tempat yang buat sementara waktu, segera sesudah meninggal. Upacara ini disertai dengan sajen yang nyata. Orang – orang yang miskin juga diberi makanan disini yang maksudnya agar mereka dapat memperoleh kebahagiaannya. Dari perbuatan yang salah dari mereka yang merusak keluarga dan mengacaukan keadaan alam manusia, maka lenyaplah jati dharma dan kula dharma yang dari zaman dahulu. O Krishna, kita dapat mendengar, bahwa tinggal di dalam neraka adalah tak dapat disingkirkan bagi mereka yang kula dharmanya telah menemui kehancuran. Aduh, sungguh besar dosa yang kita perbuat dengan mengambil keputusan untuk membunuh keluarga sendiri yang didorong oleh perasaan loba untuk kepuasan kerajaan. Adalah sebetulnya jauh lebih baik jika putra – putra dari Dhrestarastra dengan memegang senjata, membunuh aku dalam peperangan, selama aku tinggal diam yang tanpa senjata dan tanpa perlawanan.

Sanjaya berkata :

“Jadi setelah berbicara di medan perang, Arjuna sambil membuang panah dan busurnya lalu terhenyak di atas tempat duduk kereta dengan pikiran yang susah dan sedih”.

* BAB II Ringkasan isi Bhagavad-gita, menguraikan tentang Arjuna menyerahkan diri sebagai murid kepada Sri Kresna, kemudian Kresna memulai pelajaran-Nya kepada Arjuna dengan menjelaskan perbedaan pokok antara badan jasmani yanag bersifat sementara dan sang roh yang bersifat kekal. Kresna menjelaskan proses perpindahan sang roh, sifat pengabdian kepada Yang Mahakuasa tanpa mementingkan diri sendiri dan ciri-ciri orang yang sudah insaf akan dirinya.



* BAB III Karma Yoga, menguraikan mengenai semua orang harus melakukan kegiatan di dunia ini. Tetapi perbuatan dapat mengikat diri seseorang pada dunia ini atau membebaskan dirinya dari dunia. Seseorang dapat dibebaskan dari hukum karma (perbuatan dan reaksi) dan mencapai pengetahuan sejati tentang sang diri dan Yang Mahakuasa dengan cara bertindak untuk memuaskan Tuhan, tanpa mementingkan diri sendiri.


Karma Yoga adalah salah satu macam yoga dalam agama Hindu. Filsafat dan penjelasan mengenai Yoga ini diuraikan pada bab ketiga dalam kitab Bhagawadgita, yaitu bab Karma Yoga. Bab tersebut terdiri dari 43 sloka, berisi kotbah Kresna kepada Arjuna yang menguraikan filsafat Hindu mengenai karma (perbuatan; kewajiban) dan phala (hasil; buah). Bab ini merupakan lanjutan dari bab dua, yaitu Samkhya Yoga.

Karma Yoga dalam Bhagawadgita

Dalam Bhagawadgita diceritakan bahwa Arjuna bingung dengan uraian Kresna sebelumnya (dalam bab kedua, mengenai roh dan kematian). Dalam bab III sloka pertama dan kedua, Arjuna berkata:
“ O Kresna, kalau engkau menganggap kecerdasan lebih baik daripada tindakan untuk membuahkan hasil, mengapa engkau menganjurkan untuk melakukan perang mengerikan ini? Uraianmu masih membuatku bingung. Mohon beritahu aku dengan pasti, jalan yang dapat kutempuh dan paling bermanfaat. ”

Dalam kata pengantar Bhagawadgita, banyak jalan berbeda-beda yang dijelaskan dan dikemukakan dengan cara yang tidak sistematis, padahal uraian yang sistematis diperlukan untuk mencapai pengertian. Maka Arjuna ingin meminta penjelasan yang tidak membingungkan orang awam agar tidak terjadi penafsiran yang keliru.

Menurut Bhagawadgita, "kerja" atau "tindakan" adalah hukum alam. Bekerja dianjurkan dengan rasa tulus dan pengabdian ditujukan kepada Brahman tanpa mengharapkan keuntungan pribadi. Tindakan digerakkan oleh hukum alam dan bukan oleh jiwa. Sifat alam menyebabkan amarah dan nafsu yang menyelubungi jiwa sehingga seseorang terikat dengan pahala kerja. Seseorang dianjurkan agar tidak tertipu oleh sifat alam, bukan berhenti bertindak. Berhenti bertindak berarti melawan hukum alam.

Uraian dalam Bhagawadgita

Arjuna berkata :

Jika engkau menganggap bahwa jalan pengertian lebih mulia dari jalan perbuatan, mengapa Engkau mendesak aku untuk melakukan perbuatan yang biadab ini, O Krishna. Rupa – rupanya dengan ucapan yang kabur Engkau kiranya mengacaukan pengertianku. Ajarkanlah dengan tegas kepadaku satu hal saja, dengan mana aku dapat mencapai kebaikan yang termulia. Hidup adalah kerja tanpa mengikatkan diri pada hasilnya.

Sri Bhagawan bersabda :

O, Arjuna, manusia tanpa noda, di dunia ini ada dua jalan hidup yang telah aku ajarkan dari zaman dahulu kala. Jalan ilmu pengetahuan bagi mereka yang mempergunakan pikiran dan yang lain dengan jalan pekerjaan bagi mereka yang aktif. Bukan dengan jalan tiada bekerja orang mencapai kebebasan dari perbuatan. Pun juga tidak hanya dengan melepaskan diri dari pekerjaan orang akan mencapai kesempurnaannya. Sebab siapapun tidak akan dapat tinggal diam, meskipun sekejap mata, tanpa melakukan pekerjaan. Tiap – tiap orang digerakkan oleh dorongan alamnya dengan tidak berdaya apa – apa lagi. Dia yang menahan geraknya indria, tetapi sebenarnya dia terus memikirkan tentang obyek – obyek yang diingini, sifat mana disembunyikan, ia dianggap orang – orang yang bersifat palsu. O Arjuna, akan tetapi ia yang menguasai indrianya dengan kekuatan pikirannya dan tanpa mengingatkan indrianya dalam Karma Yoga, ia pulalah yang lebih agung sifatnya. Lakukanlah pekerjaan yang diberikan padamu, karena melakukan perbuatan itu lebih baik sifatnya dari pada tidak melakukan apa – apa, sebagai juga untuk memelihara badanmu tidak akan mungkin jika engkau tidak bekerja. Kecuali pekerjaan yang dilakukan sebagai dan untuk yadnya dunia ini juga terikat oleh hukum karma. Oleh karenanya, O Arjuna, lakukan pekerjaanmu sebagai yadnya, bebaskan diri dari semua ikatan.

Yadnya – melakukan pekerjaan tanpa mengikatkan diri, dengan ikhlas dan untuk Tuhan.

Pada zaman dahulu kala Prajapati menciptakan menusia dengan yadnya dan bersabda : dengan ini engkau akan mengembang dan akan menjadi kamadhuk dari keinginanmu. Kamadhuk adalah sapi dari Indra yang dapat memenuhi semua keinginan. Dengan ini kamu memelihara para Dewa dan dengan ini pula para Dewa memelihara dirimu, jadi dengan saling memelihara satu sama lain, kamu akan mencapai kebaikan yang maha tinggi. Dipelihara oleh yadnya, para Dewa akan memberi kesenangan yang kau ingini. Ia akan menikmati pemberian – pemberian ini, tanpa memberikan balasan kepada-Nya adalah pencuri. Orang – orang yang baik yang makan dengan apa yang tersisa dari yadnya, mereka itu terlepas dari segala dosa. Akan tetapi mereka yang jahat yang menyediakan makanan untuk kepentingannya sendiri mereka itu adalah makan dosanya sendiri. Dari makanan, makhluk menjelma, dari hujan lahirnya makanan dan dari yadnya muncullah hujan dan yadnya lahir dari pekerjaan.

Kita mengenal Panca Yadnya.

1. Dewa yadnya - yadnya pada Tuhan.
2. Rsi yadnya - mengajar dan membaca kitab suci, sebagai yadnya pada Rsi.
3. Pitra yadnya - pemberian kepada leluhur.
4. Manusa yadnya - memberi pertolongan / makanan kepada orang – orang memerlukan bantuan, miskin dsb, serta upacara dari lahir sampai mati.
5. Bhuta yadnya - memelihara dan memberikan makanan pada binatang – binatang.

Ketahuilah asal mulanya “karma” di dalam Weda dan Brahma muncul dari yang abadi. Dari itu Brahma yang meliputi semuanya selalu berpusat di sekeliling yadnya. Ia yang di dunia ini tidak ikut memutar roda (cakra) yadnya yang timbal balik ini adalah jahat dalam alamnya, puas dengan indrianya dan ia, O Arjuna, hidup sia – sia. Cakra mulai digerakkan oleh Prajapati atas dasar Weda dan Yadnya. Akan tetapi ia yang memusatkan pikirannya hanya kepada Atmanya, dan puas pada Atmanya, dan juga hanya bahagia pada Atmanya, bagi ia tidak ada suatu kewajiban yang harus dilaksanakan. Begitu pula di dunia ini, ia tidak mempunyai perhatian sama sekali pada hasil dari perbuatannya, yang ia lakukan dan juga kepada apa yang belum diperbuatnya, pun juga ia tidak tergantung kepada segala makhluk untuk kepentingannya sendiri. Dari itu bekerjalah kamu selalu yang harus dilakukan dengan tiada terikat olehnya, karena orang mendapat tujuannya yang tertinggi dengan melakukan pekerjaan yang tak terikat olehnya. Janaka sebagai contoh. Hanya dengan perbuatan, Prabu Janaka dan lain – lainnya mendapat kesempurnaan. Jadi kamu harus juga melakukan pekerjaan dengan pandangan untuk pemeliharaan dunia. (Prabu Janaka - raja dari Mithila, ayah dari Sita). Lokasamgraha berarti pemeliharaan dunia, kesatuan dunia juga kesatuan masyarakat yang terikat satu dengan yang lainnya. Etika agama adalah pengemudi dari laksana sosial dan juga sebagai dasar. Etika agama akan dapat menghindari dunia dari kehancurannya baik spirituil maupun materiil dan sebaliknya meningkatkan kedudukannya sebagai manusia. Tujuan agama adalah memberi kehidupan spirituil pada masyarakat dengan tujuan untk mendirikan rasa persaudaraan di atas dunia ini. Apa saja yang dilakukan oleh orang besar, itu adalah diikuti oleh lain – lainnya. Apa yang ia lakukan, dunia mengikutinya. Rakyat pada umumnya mengikuti suatu contoh bentuk kehidupan orang – orang yang terkemuka. Gita mengatakan bahwa orang – orang bijaksana ini adalah penunjuk jalan pada masyarakat. Sinar cahaya adalah datangnya melalui perseorangan yang lebih maju di dalam masyarakat dan lalu meluas. O Arjuna, tidak ada suatu pekerjaan di ketiga dunia ini untuk Aku, yang harus Kulakukan, juga tidak ada sesuatu yang harus Aku dapati yang belum pernah Aku tidak dapati, walaupun demikian Aku bekerja juga. Sebab jika Aku tidak selalu bekerja dengan tidak mengenal payah orang – orang akan menuruti jalan-Ku dari segala pihak. Jika Aku berhenti bekerja maka ketiga dunia ini akan hancur lebur dan Aku akan menjadi pencipta dari penghidupan yang tak teratur dan Aku akan merusak rakyat ini. Tuhan tidak berhenti – hentinya menjaga dan memelihara dunia ini, menjaga dari keruntuhannya dan kemusnahannya. Sebagai orang yang tidak terpelajar, bodoh, melaksanakan pekerjaan dengan ikatan demikian juga seharusnya orang terpelajar melaksanakannya, O Arjuna, akan tetapi tanpa ikatan dengan keinginan untuk menuntun dunia. Bekerja sebagai yadnya pada Sang Hyang Widhi / Tuhan, adalah menjadi pusat pembicaraan dari Awatara yang turun ke dunia. Turunnya ke dunia tiada lain untuk mengabdikan diri-Nya pada pembebasan manusia dari kesengsaraannya. Lebih bahagia lagi diri-Nya untuk tinggal di sorga dalam bahagia yang abadi. Tetapi turun ke dunia menjadi pilihannya, meskipun dunia ini serba terbatas dan terikat yang membawa kesenangan dan kesedihan dsb-nya. Turun ke dunia adalah untuk ditiru oleh manusia, untuk membuat orang bahagia meskipun Dia sendiri yang melaksanakan kelihatan dengan jalan penderitaan dan kemiskinan. Penyatuan diri dengan Awatara tiada lain hanya dengan kerja menjauhkan diri dari kemalasan dan bekerja dengan keikhlasan untuk kepentingan dunia. Laksana hendaknya dibangkitkan dijiwai oleh sinar dan Ananda (bahagia) dari Yang Maha Esa. Laksana perbuatan orang yang terpelajar, bijaksana, digerakkan oleh sinar dan kebahagiaan dari Tuhan. Orang yang pandai seharusnya jangan menggongcangkan pengertian orang yang bodoh yang terikat pada pekerjaannya. Orang yang bijaksana melakukan semua pekerjaan dalam jiwa Yoga, harus menyebabkan orang lain juga bekerja. Orang yang pandai bijaksana hendaknya jangan melemahkan rasa kebaktian keagamaan dalam bentuk apapun juga. Unsur – unsur kewajiban, pengorbanan dan kecintaan yang menjadi penggerak ke arah kesempurnaan hidup selalu ada pada tiap – tiap kepercayaan. Dengan menghormati ini Hinduisme dalam penyebarannya menunggalkan diri dengan yang telah ada dan memberi dorongan ke arah tingkat kesempurnaan.

Atma bukan Pelaksana

Segala macam pekerjaan adalah dilakukan oleh Guna dari prakriti. Ia yang jiwanya dibangunkan oleh perasaan Ahamkara, keakuan, berpikir aku pelakunya. Prakriti tersusun dari Tiga Guna yaitu Sattve, Rajas dan Tamas. Ketiga ini akhirnya menjadi suasana keadaan alam. Ia yang tidak menyadari keadaan dirinya (atma) yang sebenarnya menunggalkan diri dengan Prakriti. Dan bila Ahamkara, ego, keseluruhannya dikuasai alam maka ia tidak mempunyai lagi alam kebebasan. Ia yang mengetahui dengan sebenarnya tentang Guna dan Karma dan mengetahui bahwa Guna sebagai indria hanya tergantung kepada Guna sebagai obyek, tidak terikat. Kesadaran akan perbedaan diri pada jiwa (atma) dengan sifat dari alam dan karyanya maka ia akan membebaskan diri. Jiwa empiris tiada lain ialah merupakan hasil dari karya kita. Mereka yang dikaburi oleh Guna dari Prakriti akan terikat pada pekerjaan dari Guna. Akan tetapi ia yang sempurna pengetahuannya dan mengetahui semuanya hendaknya jangan membingungkan pengertian dari orang yang bodoh. Jiwa (atma) pada dasarnya adalah suci, bebas abadi dan mempunyai kesadaran sendiri. Menunggalnya dengan Prakriti menimbulkan kelupaan pada keadaan diri yang sebenarnya yang akhirnya menimbulkan ego, Ahamkara, sebagai bagian dari alam. Ini tiada lain adalah karya dari Prakriti. Keadaan inilah lalu manusia pada umumnya berbuat, berlaksana atas dorongan dari alam. Jiwa dalam kelupaan pada keadaan dirinya yang sebenarnya inilah yang harus mendapat tuntunan perlahan – lahan ke arah kesadaran diri dan pembebasan dari ikatan. Ajaran untuk pembebasan diri dari ikatan Prakriti dengan meniadakan gerak sama sekali, Gita tidak mengikuti ini sebaliknya mengajarkan berlaksana, bekerja, menyerahkan diri pada Tuhan, tidak mengikatkan diri pada keuntungannya. Pelaksanaan demikian inilah yang dapat menuntun ke arah kemerdekaan atau pembebasan diri dari ikatan. Serahkanlah segala pekerjaan kepada-Ku dengan memusatkan pikiran kepada Atma, melepaskan diri dari pengharapan dan perasaan keakuan dan berperanglah kamu, bebas dari pikiran yang susah. Mereka itu yang tidak dengan putus – putusnya menuruti ajaran – ajaran-Ku ini dengan penuh kepercayaan dan terlepas dari perasaan – perasaan iri hati, merekapun juga terlepas dari karma (ikatan dari kerja). Mereka yang menyampingkan ajaran – ajaran-Ku ini dan tidak melakukan, ketahuilah mereka akan menjadi buta, kehilangan, dan tak mempunyai rasa pada ilmu pengetahuan. Sebagai orang bijaksana bergerak menurut alamnya sendiri, maka demikian pula makhluk mengikuti alam. Apakah gunanya penahanan hawa nafsu itu? Ikatan dan keengganan dari indria kepada obyek – obyek yang bersangkutan adalah sudah kodratnya (biasa). Barang siapa juga pun, janganlah membiarkan jiwa ditarik oleh kedua pertentangan ini, sebab ini adalah dua musuhnya. Tiap – tiap perbuatan kita hendaknya berdasarkan budi atau pengertian dan jangan sampai dikuasai oleh getaran nafsu yang akhirnya tidak jauh dengan binatang. Adalah lebih baik Dharma sendiri meskipun kurang caranya melaksanakan, dari pada Dharma orang lain walaupun baik cara melaksanakan. Kalaupun sampai mati dalam melakukan Dharma sendiri adalah lebih baik sebab menuruti bukan Dharma sendiri adalah berbahaya. Keinginan kita ialah untuk mencapai kesempurnaan hidup. Kita tidak boleh setengah – setengah dalam kewajiban kita. Haruslah benar- benar di dalam pekerjaan sendiri kewajiban adalah “swa – dharma”. Pada penemuan “swa – dharma” sendiri akan terletak kebahagiaan hidup. Pengabdian yang terbesar yang dapat kita lakukan pada masyarakat, atas penemuan dari swa – dharma, kelahiran bakat sendiri. Tiap – tiap orang harus mengerti bakat kelahirannya. Tidak semua orang mempunyai keistimewaan bakat yang sama. Yang penting ialah bahwa tiap – tiap orang harus sungguh – sungguh dapat mengerjakan tugas yang dipercayakan padanya dengan memuaskan. Tiap – tiap orang harus menjadi patriot di dalam biadangnya masing – masing baik kecil maupun besar. Kebaikan menunjukkan kesempurnaan dari kwalitet. Untuk perkembangan jiwa, kerja adalah penting. Dan kerja sendiri ada selalu di dalam kekuatan kita sendiri. Kerja adalah “puja” yang dapat dipersembahkan oleh manusia pada kekuatan besar yang mengambil bentuk sebagai alam.

Arjuna berkata :

Akan tetapi atas desakan apakah orang berbuat dosa seolah – olah ada kekuatan yang memaksa, meskipun bertentangan dengan kehendaknya. O, Krishna.

Sri Bhagawan berkata :

Kekuatan ini adalah keinginan, adalah kemarahan, yang lahir dari nafsu Rajaguna, inilah yang loba sekali dan berdosa sekali. Ketahuilah bahwa ini adalah musuh di dunia ini. Sebagai api diliputi oleh asap, sebagai kaca oleh abu, sebagai benih diselimuti oleh rahim. Begitulah juga kekuatan diliputi oleh nafsu. Kebijaksanaan kita diselubungi oleh keinginan sebagai api yang tak kunjung padam, ini adalah musuh dari orang yang bijaksana. O, Arjuna. Indria, manas (pikiran) dan budi (intelek) dikatakan adalah tempat musuh ini. Dengan diselubunginya kebijaksanaan oleh hal – hal ini, atma bisa tersulap. Dari itu O, arjuna kekanglah indriamu dari permulaan dan bunuhlah penghacur kebijaksanaan dan pengalaman, penghancur yang penuh dosa. Indria katanya adalah besar, tetapi lebih besar lagi adalah manas (pikiran), lebih besar dari manas adalah budi (intelek), lebih besar dari budi adalah Dia (Atma).

Sloka ini menunjukan “kesadaran” yang dicapai tingkat demi tingkat, dan makin meninggi tingkatan yang dicapai maka kebebasan juga meningkat sampai yang tertinggi yaitu dimana budi menentukan laksana kita disinari oleh Atma yang suci.

Dengan setelah mengetahui Atma itu adalah budi dan dengan mengekang atma dengan Atma maka hancurkanlah musuh yang tak dapat dikuasai itu yaitu keinginan, O, Arjuna. Mengekang atma dengan Atma – dengan atma disini ialah ego sendiri, dan Atma ialah suci yang abadi. Bila kesadaran itu sudah dicapai maka semua laksana akan dituntun hanya oleh sinar jiwa suci, untuk kebahagiaan dunia.

* BAB IV Jnana Yoga, menguraikan pencapaian yoga melalui pengetahuan rohani-pengetahuan rohani tentang sang roh, Tuhan Yang Maha Esa, dan hubungan antara sang roh dan Tuhan-menyucikan dan membebaskan diri manusia. Pengetahuan seperti itu adalah hasil perbuatan bhakti tanpa mementingkan diri disebut karma yoga. Krishna menjelaskan sejarah Bhagavad-gita sejak zaman purbakala, tujuan dan makna Beliau sewaktu-waktu menurun ke dunia ini, serta pentingnya mendekati seorang guru kerohanian yang sudah insaf akan dirinya.

Jnana Yoga
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari

Jnana Yoga adalah salah satu macam yoga dalam ajaran agama Hindu. Dalam bahasa Sanskerta, Jnana berarti "pengetahuan". Filsafat Jnana Yoga ini dijelaskan pada bab keempat dalam kitab Bhagawadgita, yaitu bab Jnana Yoga. Bab Jnana Yoga terdiri dari 42 sloka. Hal-hal yang dijelaskan dalam bab Jnana Yoga tersebut adalah karma, bhakti dan ilmu pengetahuan. Turunnya ajaran Bhagawadgita untuk yang pertama kalinya, dijelaskan juga dalam bab Jnana Yoga. Bab ini disebut juga Pengetahuan Rohani dalam kitab Bhagawadgita.

Daftar isi


* 1 Jnana Yoga dalam Bhagawadgita
o 1.1 Turunnya Bhagawadgita
o 1.2 Ajaran tentang Karma dan Bhakti
* 2 Pranala luar

Jnana Yoga dalam Bhagawadgita

Turunnya Bhagawadgita

Menurut Bhagawadgita itu sendiri, ajaran dalam kitab suci Bhagawadgita diwahyukan untuk yang pertama kalinya oleh Kresna kepada Wiwaswan, Dewa matahari. Kemudian Wiwaswan menurunkan Bhagawadgita kepada Manu, leluhur umat manusia. Manu menurunkan Bhagawadgita kepada Ikswaku, dan Ikswaku meneruskan ajaran yoga dalam Bhagawadgita kepada keturunannya.

Secara kelahiran, Wiwaswan, Manu dan Ikswaku lebih dahulu lahir daripada Kresna, dan mereka semua adalah leluhur manusia, sehingga terasa janggal bila Bhagawadgita diajarkan dahulu kala oleh Kresna kepada Wiwaswan, Manu dan Ikswaku. Dalam Bhagawadgita dijelaskan bahwa Kresna adalah penjelmaan Tuhan yang sudah berulangkali turun ke dunia. Jadi, Kresna pernah menurunkan ajaran Bhagawadgita pada kehidupannya yang dahulu. Kresna dapat mengingat semua kehidupannya yang terdahulu, namun Arjuna tidak dapat mengingatnya, meskipun mereka telah dilahirkan berulang kali.

Ajaran tentang Karma dan Bhakti

Mengenai ajaran bhakti, Kresna menyatakan bahwa Tuhan pasti akan menyambut umat-Nya selama mereka berusaha mencari Tuhan dengan jalan apapun. Menurut Bhagawadgita, tidak ada filsafat, dogma, agama dan cara sembahyang tertentu untuk mencapai Tuhan, melainkan ada berbagai jalan untuk mencapai Tuhan. Jadi menurutnya, Tuhan menerima semua jalan yang ditempuh oleh umatnya, selama jalan tersebut mengajarkan kebaikan agar menuju kepada-Nya. Ajaran ini mencerminkan sikap toleransi antar umat beragama yang tinggi.

Bhagawadgita juga menganjurkan agar seseorang yang mempercayai para dewa tidak menganggap para dewa sejajar dengan Tuhan, sebab anugerah yang diberikan oleh para dewa bersifat material dan sementara. Jadi menurut ajaran Bhagawadgita, Tuhan adalah pemberi anugerah yang sebenarnya.

Mengenai ajaran karma, Bhagawadgita menganjurkan seseorang untuk bekerja dengan tidak memikirkan pahala, sebab bila seseorang memikirkan pahala yang diperolehnya jika bekerja, maka ia akan terikat dengan hasil kerjanya. Seseorang yang telah membebaskan jiwanya dari belenggu hanya bekerja secara jasmaniah. Dalam keadaan seperti ini, seseorang telah lepas dari hawa nafsu dan keinginan-keinginan pribadi.

* BAB V Karma Yoga, Perbuatan dalam kesadaran Krishna, orang yang bijaksana yang sudah disucikan oelha api pengetahuan rohani, secara lahiriah melakukan segala kegiatan tetapi melapaskan ikatan terhadap hasil perbuatan dalam hatinya. Dengan cara demikian, orang bijaksana dapat mencapai kedamaian, ketidakterikatan, kesabaran, pengelihatan rohani dan kebahagiaan.


* BAB VI Dhyana Yoga, menguraikan tentang astanga yoga, sejenis latian meditasi lahiriah, mengendalikan pikiran dan indria-indria dan memusatkan perhatian kepada Paramatma (Roh Yang Utama, bentuk Tuhan yang bersemayam di dalam hati). Puncak latihan ini adalah samadhi. samadhi artinya sadar sepenuhnya terhadap Yang Maha Kuasa.


Dhyana Yoga
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari

Dhyana Yoga adalah bab keenam dalam kitab Bhagawadgita yang menguraikan filsafat Hindu menengani dhyana. Bab ini terdiri dari 47 sloka. Bab ini berisi khotbah Kresna kepada Arjuna mengenai pembebasan diri dari ikatan duniawi. Dalam bab dijelaskan cara-cara menjadi seorang yogi dan sebab-sebab seseorang terikat dengan kehidupan duniawi.

Inti ajaran

Menurut Bhagawadgita, makhluk hidup yang terperangkap oleh tenaga material akan terikat dengan hal-hal duniawi. Apabila seseorang memiliki pengetahuan yang lengkap, ia akan melepaskan diri dari segala kegiatan yang dapat memuaskan indera-indera material. Orang yang dapat melepaskan diri dari kegiatan yang mampu memuaskan indera-inderanya disebut yogi. Seseorang yang ingin menjadi yogi harus mampu mengekang indera-inderanya dari pengaruh duniawi. Jika ia tidak bisa mengekang keinginan untuk memuaskan indera-inderanya, maka ia belum mampu menjadi seorang yogi.


* BAB VII Pengetahuan tentang Yang Mutlak, Sri Krishna adalah Kebenaran Yang Paling Utama, Penyebab yang paling utama dan kekuatan yang memelihara segala sesuatu, baik yang material maupun rohani. Roh-roh yang sudah maju menyerahkan diri kepada Krishna dalam pengabdian suci bhakti, sedangkan roh yang tidak saleh mengalihkan obyek-obyek sembahyang kepada yang lain.

* BAB VIII Cara Mencapai Kepada Yang Mahakuasa, Seseorang dapat mencapai tempat tinggal Krishna Yang Paling Utama, di luar dunia material, dengan cara ingat kepada Sri Krishna dalam bhakti semasa hidupnya, khususnya pada saat meninggal.

* BAB IX Raja Widya Rajaguhya Yoga (Pengetahuan Yang Paling Rahasia), hakikat Ketuhanan sebagai raja dari segala ilmu pengetahuan (widya), Krishna adalah Tuhan Yang Maha Esa dan tujuan tertinggi kegiatan sembahyang, sang roh mempunyai hubungan yang kekal dengan Krishna melalui pengabdian suci bhakti yang bersifat rohani. Dengan menghidupkan kembali bhakti yang murni, seseorang dapat kembali kepada Krishna di alam rohani.

* BAB X Wibhuti Yoga, Kehebatan Tuhan Yang Mutlak, menguraikan mengenai sifat hakikat Tuhan yang absolut/mutlak. Segala fenomena ajaib yang memperlihatkan kekuatan, keindahan, sifat agung atau mulia, baik di dunia material maupun di dunia rohani, tidak lain daripada perwujudan sebagian tenaga-tenaga dan kehebatan rohani Krishna. Sebagai sebab utama segala sebab serta sandaran dan hakekat segala sesuatu. Krishna,Tuhan Yang Maha Esa adalah tujuan sembahyang tertinggi bagi para mahluk.

* BAB XI Wiswarupa Darsana Yoga, Bentuk Semesta, menguraikan tentang Sri Krishna menganugrahkan pengelihatan rohani kepada Arjuna. Ia memperlihatkan bentuk-Nya yang tidak terhingga dan mengagumkan sebagian alam semesta. Dengan cara demikian, Krishna membuktikan secara meyakinkan identitas-Nya sebagai Yang Mahakuasa. Krishna menjelaskan bahwa bentuk-Nya Sendiri serba tampan dan dekat dengan bentuk manusia adalah bentuk asli Tuhan Yang Maha Esa. Seseorang dapat melihat bentuk ini hanya dengan bhakti yang murni

* BAB XII Bhakti Yoga, Pengabdian Suci Bhakti, menguraikan tentang cara yoga dengan bhakti, bhakti-yoga, pengabdia suci yang murni kebada Sri Krishna, adalah cara tertinggi dan paling manjur untuk mencapai cinta bhakti yang murni kepada Krishna, tujuan tertinggi kehidupan rohani. Orang yang menempuh jalan tertinggi ini dapat mengembangkan sifat-sifat suci.

* BAB XIII Ksetra Ksetradnya Yoga, Alam, Kepribadian Yang Menikmati dan Kesadaran, menguraikan hakikat Ketuhanan Yang Maha Esa dalam hubungan dengan purusa dan prakrti, ORang yang mengerti perbedaan antara badan, dengan sang roh dan Roh Yang Utama yang melampaui badan dan roh, akan mencapai pembebasan dari dunia material.

* BAB XIV Guna Traya Wibhaga Yoga, Tiga Sifat Alam Material, membahas Triguna (tiga sifat alam material) - Sattvam, Rajas dan Tamas, semua roh terkurung dalam badan di bawah pengendalian tiga sifat alam material; kebaikan (sattvam), nafsu (rajas) dan kebodohan (tamas). Sri Krishna menjelaskan arit sifat-sifat tersebut dalam bab ini, bagaimana sifat-sifat tersebut mempengaruhi diri kita, bagaimana cara melampaui sifat-sifat tersebut serta ciri-ciri orang yang sudah mencapai keadaan rohani (orang yang sudah lepas dari tiga sifat alam).

* BAB XV Purusottama Yoga, menguraikan beryoga pada purusa yang Maha Tinggi, Hakikat Ketuhanan, Tujuan utama pengetahuan veda adalah melepaskan diri dari ikatan terhadap dunia material dan mengerti Krishna sebagai Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Orang yang mengerti identitas Krishna yang paling utama menyerahkan diri kepada Krishna dan menekuni pengbdian suci kepada Krishna.

* BAB XVI Daiwasura Sampad Wibhaga Yoga, membahas mengenai hakikat tingkah-laku manusia, sifat rohani dan sifat jahat. Orang yang memiliki sifat-sifat jahat dan hidup sesuka hatinya, tanpa mengikuti aturan Kitab Suci, dilahirkan dalam keadaan yang lebih rendah dan diikat lebih lanjut secara material, tetapi orang yang memiliki sifat-sifat suci dan hidup secara teratur dengan mematuhi kekuasaan Kitab Suci, berangsur-angsur mencapai kesempurnaan rohani.

* BAB XVII Sraddha Traya Wibhaga Yoga, menguraikan mengenai golongan-golongan keyakinan. Ada tiga jenis keyakinan, yang masing-masing berkembang dari salah satu di antara tiga sifat alam. Perbuatan yang dilakukan oleh orang yang keyakinannya bersifat nafsu dan kebodohan hanya membuahkan hasil material yang sifatnya sementara, sedangkan perbuatan yang dilakukan dalam sifat kebaikan, menurut Kitab Suci, menyucikan hati dan membawa seseorang sampai pada tingkat keyakinan murni terhadap Sri Krishna dan bhakti kepada Krishna.

* BAB XVIII Moksa Samnyasa Yoga, Kesempurnaan pelepasan ikatan, merupakan kesimpulan dari semua ajaran yang menjadi inti tujuan agama yang tertinggi. Dalam bab ini Krishna menjelaskan arti dari pelepasan ikatan dan efek dari sifat-sifat alam terhadap kesadaran dan kegiatan manusia. Krishna menjelaskan keinsafan Brahman, kemuliaan Bhagawadgita, dan kesimpulan Bhagavad-gita; jalan kerohaniantertinggi berarti menyerahkan diri sepenuhnya tanpa syarat dalam cinta-bhakti kepada Sri Krishna. Jalan ini membebaskan seseorang dari segala dosa, membawa dirinya sampai pembebasan sepenuhnya dari kebodohan dan memungkinkan ia kembali ke tempat tinggal rohani Sri Krishna yang kekal.

Ramalan tahun 2012


Dalam kalender bangsa Maya, diramalkan bahwa pada periode 1992-2012 bumi akan dimurnikan, selanjutnya peradaban manusia sekarang ini akan berakhir dan mulai memasuki peradaban baru.

Dalam sejarah peradaban kuno dunia, bangsa Maya bagaikan turun dari langit, mengalami zaman yang cemerlang, kemudian lenyap secara misterius. Mereka menguasai pengetahuan tentang ilmu falak yang khusus dan mendalam, sistem penanggalan yang sempurna, penghitungan perbintangan yang rumit serta metode pemikiran abstrak yang tinggi. Kesempurnaan dan akurasi dari pada penanggalannya membuat orang takjub!
Sekelompok masyarakat yang misterius ini tinggal di wilayah selatan Mexico sekarang (Yucatan) Guetemala, bagian utara Belize dan bagian barat Honduras. Banyak sekali pyramid, kuil dan bangunan-bangunan kuno yang dibangun oleh Maya yang masih dapat ditemui di sana. Banyak juga batu-batu pahatan dan tulisan-tulisan misterius pada meja-meja yang ditinggalkan mereka. Para arkeolog percaya bahwa Maya mempunyai peradaban yang luar biasa. Hal itu bisa dilihat dari peninggalannya seperti buku-bukunya, meja-meja batu dan cerita-cerita yang bersifat mistik. Tetapi sayang sekali buku-buku mereka di perpustakaan Mayan semuanya sudah dibakar oleh tentara Spanyol ketika menyerang sesudah tahun 1517. Hanya beberapa tulisan pada meja-meja dan beberapa system kalender yang membingungkan tersisa sampai sekarang.

Seorang sejarahwan Amerika, Dr. Jose Arguelles mengabdikan dirinya untuk meneliti peradaban bangsa ini. Ia mendalami ramalan Maya yang dibangun di atas fondasi kalender yang dibuat bangsa itu, dimana prediksi semacam ini persis seperti cara penghitungan Tiongkok, ala Zhou Yi. Kalendernya, secara garis besar menggambarkan siklus hukum benda langit dan hubungannya dengan perubahan manusia. Dalam karya Arguelles, The Mayan Factor: Path Beyong Technology yang diterbitkan oleh Bear & Company pada 1973, disebutkan dalam penanggalan Maya tercatat bahwa sistim galaksi tata surya kita sedang mengalami ‘The Great Cycle’ (siklus besar) yang berjangka lima ribu dua ratus tahun lebih. Waktunya dari 3113 SM sampai 2012 M. Dalam siklus besar ini, tata surya dan bumi sedang bergerak melintasi sebuah sinar galaksi (Galatic Beam) yang berasal dari inti galaksi. Diameter sinar secara horizontal ini ialah 5125 tahun bumi. Dengan kata lain, kalau bumi melintasi sinar ini akan memakan waktu 5125 tahun lamanya.

Orang Maya percaya bahwa semua benda angkasa pada galaksi setelah selesai mengalami reaksi dari sinar galaksi dalam siklus besar ini, akan terjadi perubahan secara total, orang Maya menyebutnya, penyelarasan galaksi (Galatic Synchronization). Siklus besar ini dibagi menjadi 13 tahap, setiap tahap evolusi pun mempunyai catatan yang sangat mendetail. Arguelles dalam bukunya itu menggunakan banyak sekali diagram-diagram untuk menceritakan kondisi evolusi pada setiap tahap. Kemudian setiap tahap itu dibagi lagi menjadi 20 masa evolusi. Setiap masa itu akan memakan waktu 20 tahun lamanya.

Dari masa 20 tahun antara tahun 1992-2012 itu, bumi kita telah memasuki tahap terakhir dari fase Siklus Besar, bangsa Maya menganggap ini adalah periode penting sebelum masa pra-Galatic Synchronization, mereka menamakannya: The Earth Generetion Priod (Periode Regenerasi Bumi). Selama periode ini bumi akan mencapai pemurnian total. Setelah itu, bumi kita akan meninggalkan jangkauan sinar galaksi dan memasuki tahap baru: penyelarasan galaksi.

Pada 31 Desember 2012 akan menjadi hari berakhirnya peradaban umat manusia kali ini, dalam perhitungan kalender Maya. Sesudah itu, umat manusia akan memasuki peradaban baru total yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan peradaban sekarang. Pada hari itu, tepatnya musim dingin tiba, matahari akan bergabung lagi dengan titik silang yang terbentuk akibat ekliptika (jalan matahari) dengan ekuator secara total. Saat itulah, matahari tepat berada di tengah-tengah sela sistem galaksi, atau dengan kata lain galaksi terletak di atas bumi, bagaikan membuka sebuah “Pintu Langit” saja bagi umat manusia.

Dalam perhitungannya, bangsa Maya tidak menyinggung tentang apa penyebab peradaban kali ini berakhir. Ada sedikit yang kelihatannya jelas, bahwa berakhirnya ‘hari itu’ sama sekali bukan berarti malapetaka apa yang datang menghampiri, melainkan mengisyaratkan kepada seluruh umat manusia akan adanya transisi dalam kesadaran dan spiritual kosmis, selanjutnya masuk ke peradaban baru. Tahun 755 Masehi, seorang rahib Maya pernah meramal, setelah tahun 1991 kemudian, akan ada dua peristiwa penting terjadi pada manusia yaitu kebangkitan kesadaran, dan pemurnian bumi serta regenerasinya.

Mulai 1992, bumi memasuki apa yang oleh bangsa Maya disebut ‘Periode Regenerasi Bumi”. Pada periode ini, Bumi dimurnikan, termasuk juga hati manusia, (ini hampir mirip ramalan orang Indian Amerika-Utara terhadap orang sekarang ini), subtansi yang tidak baik akan disingkirkan, dan substansi yang baik dan benar akan dipertahankan, akhirnya selaras dengan galaksi (alam semesta), ini adalah singkapan misteri dari gerakan sistem galaksi kita yang diperlihatkan oleh bangsa Maya.

Dari titik pandang ilmu pengetahuan umat manusia sekarang, hal itu benar-benar tidak dapat dipercaya. Mungkin saja bangsa Maya sedang membicarakan tentang galaksi Bima Sakti (Milky Way), yang mana ilmu pengetahuan dan teknologi kita belum juga sampai ke solar sistim, seperti pepatah orang Tionghoa mengatakan “Serangan musim panas tidak dapat menjelaskan es di musim dingin”. Fenomena kosmik yang diperlihatkan oleh kalender Maya adalah benar-benar berharga dari suatu penyelidikan yang serius oleh umat manusia sekarang ini.

ARAH RAMALAN ITU

Sejak tahun 1992 sampai 2012 nanti, bagaimana terjadi “pemurnian” dan bagaimana pula terjadi “regenerasi” pada bumi kita ini, tidak disebutkan secara detail oleh bangsa Maya. Dalam ramalan mereka pun tidak menyinggung tentang apa hal konkret yang memberikan semangat manusia untuk bangkit dari kesadaran dan bagaimana bumi mengalami permurnian, yang ditinggalkan oleh mereka kepada anak cucunya (barangkali tidak tercatat). Lantas, fenomena baru apa yang sudah bisa kita lihat sejak tahun 1992 sampai sekarang yang bisa kita kaitkan dengan ramalan bangsa Maya yang beradab itu?

Mengamati peristiwa besar 10 tahun belakangan ini (1992-2002), kelihatannya karakter alam semesta, ‘Zhen, Shan, Ren,’ (sejati, baik, sabar) yang diajarkan oleh Master Li Hongzhi, sebagai efek yang sedang ‘memurnikan’ hati manusia dan bumi ini. Kami menemukan dua bilangan yang bermakna, pada 1992 adalah persis tahun pertama kalinya Li Hongzhi mengenalkan ajarannya secara terbuka kepada masyarakat, ditengah-tengah kemrosotan moral umat manusia yang parah.. Dari tahun 1992-1999, dalam waktu yang singkat ini, pengikut latihan kultivasi jiwa dan raga ini sudah mencapai hampir 100 juta orang di daratan China. Kini, latihan ini bahkan sudah menyebar kelebih 60 negara. Melalui kultivasi yang terus-menerus, latihan ini dapat mencapai tujuan mengganti sel-sel manusia dengan materi energi tinggi dan meningkatkan moral manusia sesuai karakter alam semesta serta kembali ke jati diri yang asli.

Mungkin sudah diatur, bahwa kalender Maya tidak hilang dan sejarah manusia, dan harus diuraikan dengan kode oleh manusia sekarang. Namun ia tetap saja harus dilihat, apakah umat manusia yang terpesona oleh konsepsinya yang trerbentuk sesudah kelahiran dapat menembus batas-batas untuk mengingatkan dan memahami kebenaran yang melampoi sistim pengetahuan kita.

Kekristenan


KEKRISTENAN


Dasar
Yesus Kristus
Gereja · Teologi
Tritunggal · Injil
Dispensasionalisme
Para Rasul · Kerajaan
Sejarah Kekristenan

Alkitab:
Injil: Perjanjian Lama
Perjanjian Baru
Apokrifa: Deuterokanonika

Ajaran:
Sepuluh Perintah Allah
Kotbah di Bukit: Ucapan Berbahagia
Doa Bapa Kami
Hukum Kasih
Amanat Agung

Gereja Kristen:
Gereja Katolik
Gereja Katolik Latin
Gereja Katolik Timur
Gereja Ortodoks Timur
Gereja Ortodoks Oriental
Gereja Timur Asiria
Protestanisme

Topik-Topik Dalam Kekristenan:
Nestorianisme · Miafisitisme
Kalender
Denominasi Kristen
Maria · Klausa filioque
Gerakan agama Kristen

Ibadat Kristiani:
Misa
Liturgi Suci

Kepercayaan yang terkait:
Agama Abrahami
Gerakan Rastafari
Kotak info ini: lihat • bicara • sunting

Agama Kristen adalah sebuah kepercayaan yang berdasar pada ajaran, hidup, sengsara, wafat dan kebangkitan Yesus Kristus atau Isa Almasih. Agama ini meyakini Yesus Kristus adalah Tuhan dan Mesias, juru selamat bagi seluruh umat manusia, yang menebus manusia dari dosa. Mereka beribadah di gereja dan Kitab Suci mereka adalah Alkitab. Murid-murid Yesus Kristus pertama kali dipanggil Kristen di Antiokia (Kisah Para Rasul 11:26).

Agama Kristen termasuk salah satu dari agama Abrahamik yang berdasarkan hidup, ajaran, kematian dengan penyaliban, kebangkitan, dan kenaikan Yesus dari Nazaret ke surga, sebagaimana dijelaskan dalam Perjanjian Baru, umat Kristen meyakini bahwa Yesus adalah Mesias yang dinubuatkan dalam dari Perjanjian Lama (atau Kitab suci Yahudi). Kekristenan adalah monoteisme, yang percaya akan tiga pribadi (secara teknis dalam bahasa Yunani hypostasis) Tuhan atau Tritunggal. Tritunggal dipertegas pertama kali pada Konsili Nicea Pertama (325) yang dihimpun oleh Kaisar Romawi Konstantin I.

Pemeluk agama Kristen mengimani bahwa Yesus Kristus atau Isa Almasih adalah Tuhan dan Juru Selamat, dan memegang ajaran yang disampaikan Yesus Kristus. Dalam kepercayaan Kristen, Yesus Kristus adalah pendiri jemaat (gereja) dan kepemimpinan gereja yang abadi (Injil Matius 18: 18-19)

Umat Kristen juga percaya bahwa Yesus Kristus akan datang pada kedua kalinya sebagai Raja dan Hakim akan dunia ini. Sebagaimana agama Yahudi, mereka menjunjung ajaran moral yang tertulis dalam Sepuluh Perintah Tuhan.

Murid-murid Yesus Kristus untuk pertama kalinya disebut Kristen ketika mereka berkumpul di Antiokia (Kisah Para Rasul 11: 26c).

Sepeninggal Yesus, kepemimpinan orang Kristen diteruskan berdasarkan penunjukan Petrus oleh Yesus. Setelah Petrus meninggal kepemimpinan dilanjutkan oleh para uskup yang dipimpin oleh uskup Roma. Pengakuan iman mereka menyebutkan kepercayaan akan Allah Tritunggal yang Mahakudus, yakni Bapa, Anak (Yesus Kristus), Roh kudus, Gereja yang satu, kudus, katolik, apostolik; pengampunan dosa, kebangkitan badan, kehidupan kekal.

Setelah itu, Gereja Kristen mengalami dua kali perpecahan yang besar: yang pertama terjadi pada tahun 1054 antara Gereja Barat yang berpusat di Roma (Gereja Katolik Roma) dengan Gereja Timur (Gereja Ortodoks Timur) yang berpusat di Konstantinopel (sekarang Turki). Yang kedua terjadi antara Gereja Katolik dengan Gereja Protestan pada tahun 1517 ketika Martin Luther memprotes ajaran Gereja yang dianggapnya telah menyimpang dari kebenaran.

Banyak denominasi Gereja kini menyadari bahwa perpecahan itu justru menyimpang dari pesan Yesus yang mendoakan kesatuan di antara para pengikutnya (lihat Injil Yohanes 17:20-21, "Dan bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa, tetapi juga untuk orang-orang, yang percaya kepada-Ku oleh pemberitaan mereka; supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku.") Doa ini kemudian menjadi dasar dari gerakan ekumenisme yang dimulai pada awal abad ke-20.
Daftar isi
[sembunyikan]

* 1 Sejarah
* 2 Cabang-cabang utama
* 3 Lihat pula
* 4 Pranala luar
o 4.1 Gereja di Indonesia
o 4.2 Lain-lain

[sunting] Sejarah

!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Sejarah gereja

Agama Kristen bermula dari pengajaran Yesus Kristus sebagai tokoh utama agama ini. Yesus lahir di kota Betlehem yang terletak di Palestina sekitar tahun 4-8 SM, pada masa kekuasaan raja Herodes. Yesus lahir dari rahim seorang wanita perawan, Maria, yang dikandung oleh Roh Kudus. Sejak usia tiga puluh tahun, selama tiga tahun Yesus berkhotbah dan berbuat mukjizat pada banyak orang, bersama keduabelas rasulnya. Yesus yang semakin populer dibenci oleh orang-orang Farisi, yang kemudian berkomplot untuk menyalibkan Yesus. Yesus wafat di salib pada usia 33 tahun dan bangkit dari kubur pada hari yang ketiga setelah kematiannya dan naik ke surga.

Setelah wafatnya Yesus Kristus, rasul-rasul mulai menyebarkan ajaran Yesus ke mana-mana, dan sebagai hasilnya, jemaat pertama Kristen, sejumlah sekitar tiga ribu orang, dibaptis. Namun, pada masa-masa awal berdirinya, agama Kristen cenderung dianggap sebagai ancaman hingga terus-menerus dikejar dan dianiaya oleh pemerintah Romawi saat itu. Banyak bapa Gereja yang menjadi korban kekejaman kekaisaran Romawi dengan menjadi martir, yaitu rela disiksa maupun dihukum mati demi mempertahankan imannya, salah satu contohnya adalah Ignatius dari Antiokia yang dihukum mati dengan dijadikan makanan singa.

Saat itu, kepercayaan yang berkembang di Romawi adalah paganisme, di mana terdapat konsep ‘balas jasa langsung’. Namun dengan gencarnya para rasul menyebarkan ajaran Kristen, perlahan agama ini mulai berkembang jumlahnya, sehingga pemerintah Romawi semakin terancam oleh keberadaan agama Kristen. Romawi pun berusaha menekan, dan bahkan melarang agama Kristen, karena umat Kristen saat itu tidak mau menyembah Kaisar, dan hal ini menyulitkan kekuasaan Romawi. Selain itu, paganisme dan ramalan-ramalan yang sejak zaman Republik sudah dipakai sebagai alat-alat propaganda dan pembenaran segala tingkah laku penguasa atau alasan kegagalan penguasa, sudah tidak efektif lagi dengan keberadaan agama Kristen. Maka, di masa-masa ini, banyak umat Kristen yang dibunuh sebagai usaha pemerintah Romawi untuk menumpas agama Kristen. Penyebar utama agama Kristen pada masa itu adalah Rasul Paulus, yang paling gencar menyebarkan ajaran Kristen ke berbagai pelosok dunia.

Pada masa inilah, datang masa-masa kegelapan (192-284), mulai dari Kaisar Commodus hingga Kaisar Diocletian. Pada masa inilah orang-orang masa itu kehilangan kepercayaan terhadap konsep balas jasa langsung yang dianut di Paganisme, sehingga agama Kristen pun semakin diminati. Hingga akhirnya pada tahun 313, Kaisar Konstantinus melegalkan agama Kristen dan bahkan minta untuk dipermandikan, dan 80 tahun setelahnya, Kaisar Theodosius melarang segala bentuk paganisme dan menetapkan agama Kristen sebagai agama negara.

Sebagai agama resmi negara Kekristenan menyebar dengan sangat cepat. Namun Gereja juga mulai terpecah-pecah dengan munculnya berbagai aliran (bidaah). Salah satu upaya untuk menekan bidaah adalah dengan diadakannya Konsili Nicea yang pertama pada tahun 325 M. Konsili Nicea mencetuskan pengakuan iman umat Kristen keseluruhan pertama kali, sebagai tanda persatuan Kristen universal yang dibedakan dari umat-umat Kristen yang bidaah. Salah satu contohnya adalah bidaah Arianisme, yang merupakan salah satu krisis bidaah terbesar saat itu yang menjadi alasan utama diadakannya Konsili Nicea yang pertama.

Ketika Kerajaan Romawi runtuh dan tercerai-berai, Gereja Kristen tetap bertahan. Pada abad ke-11 terjadilah Perang Salib, di mana kekejaman prajurit perang salib menjadi sejarah kelam Kristen yang hingga kini masih banyak disesali. Perang Salib adalah perang agama antara Kristen dan Islam. Dicetuskan pertama kali oleh Paus Urbanus II, Perang Salib I bertujuan merebut kembali kota suci Yerusalem dari kekuasaan Islam, yang merupakan tempat penting umat Kristen sebagai tujuan ziarah saat itu.

Sementara itu, bagian timur dari Kerajaan Romawi, bertahan sebagai Gereja yang disebut Yunani atau Ortodoks, yang mewartakan kabar gembira di Rusia dan memisahkan diri dari belahan barat yang berada di bawah pimpinan Gereja Roma. Pemisahan ini terjadi pada tahun 1054.

Sementara itu, pada tahun 1460 penemuan percetakan oleh Gutenberg membuat Kitab Suci terjangkau bagi semua orang. Sebelumnya, Kitab Suci dibatasi oleh Gereja kepada umat dengan tujuan untuk menekan bidaah yang merupakan salah satu krisis besar dalam tubuh Gereja saat itu. Kitab Suci hanya dibacakan di Gereja dan menjadi sumber kotbah.

Saat itu, banyak pihak-pihak tidak bertanggungjawab memanfaatkan kedudukan di dalam Gereja Barat (Katolik) sebagai sumber kekuasaan, sehingga secara tidak langsung mencoreng nama baik Gereja. Pejabat-pejabat tinggi di dalam Gereja semakin terpengaruh untuk mementingkan kepentingan duniawi sehingga semakin menyeleweng dari ajaran dasar Gereja Katolik. Banyak oknum yang menduduki posisi penting di dalam Gereja menggunakan kekuasaannya secara semena-mena sehingga merugikan banyak umat saat itu. Hal ini membuat banyak umat Kristen kecewa dan memprotes serta menuntut pembaharuan. Banyak umat yang berpikir bahwa salah satu cara mendatangkan pembaharuan di dalam Gereja ialah dengan memberikan Kitab Suci kepada semua orang.

Puncak dari penyalahgunaan ajaran Gereja diawali dengan jual beli surat indulgensia. Praktik ini sendiri sesungguhnya bertentangan dengan ajaran iman Gereja Katolik. Martin Luther, seorang rahib, memutuskan untuk melakukan pembaharuan dengan melakukan pemberontakan terhadap Gereja Katolik dan membangun gereja tandingan baru. Sedangkan Ignatius Loyola, pendiri ordo Jesuit dalam Gereja Katolik, berusaha melakukan pembaharuan dari dalam, salah satunya adalah dengan memberikan pendidikan teologi Kristen yang ketat kepada para klerus, terutama dalam kepatuhan penuh pada otoritas dan ajaran Gereja, agar praktek korup dalam Gereja berkurang dan tidak menjadi-jadi. Konsili Trente merupakan konsili yang diadakan sebagai reaksi dari reformasi Martin Luther, di mana reformasi Martin Luther dianggap oleh Gereja Katolik sebagai tindakan yang memperparah kondisi kekristenan. Dalam Konsili Trente-lah ajaran iman Gereja Katolik dipertegas (termasuk kanonisasi terakhir Alkitab Katolik) demi menekan dan mengurangi berbagai macam penyalahgunaan yang sewenang-wenang dalam tubuh Gereja.

Ketika Martin Luther menerjemahkan Kitab Suci menjadi bahasa Jerman, pengikut-pengikutnya mulai memiliki pandangan yang berbeda-beda akan Kitab Suci tersebut, lalu terjadilah pertentangan penafsiran antara umat satu dengan yang lain, salah satu kasusnya adalah pertentangan antara denominasi protestan reformed-nya Zwingli dan denominasi anabaptis, reformed-nya Calvinis dengan Arminian, dan masih banyak lagi. Inilah yang membuat agama Kristen Protestan sekarang banyak terbagi-bagi lagi menjadi denominasi-denominasi lagi.

[sunting] Cabang-cabang utama

Agama Kristen termasuk banyak tradisi agama yang bervariasi berdasarkan budaya, dan juga kepercayaan dan aliran yang jumlahnya ribuan. Selama dua milenium, Kekristenan telah berkembang menjadi tiga cabang utama:

* Katolik (denominasi tunggal Kristen terbesar, termasuk Gereja Katolik ritus Timur, dengan satu koma dua milyar penganut total, lebih dari setengah dari jumlah total penganut agama Kristiani)
* Protestanisme (terdiri dari berbagai macam denominasi dan pemikir dengan berbagai macam penafsiran kitab suci, termasuk Lutheranisme, Anglikanisme, Calvinisme, Pentakostalisme, Methodis, Gereja Baptis,Charismatic, Presbyterian, Anabaptis, dsb.)
* Ortodoks Timur (denominasi tunggal Kristen terbesar kedua, dan merupakan denominasi Kristen terbesar di Eropa timur)

Selain itu ada pula berbagai gerakan baru seperti Bala Keselamatan, Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh, Mormon, Saksi-Saksi Yehuwa, serta berbagai aliran yang muncul pada akhir abad ke-19 maupun abad ke-20, dll. (lihat Denominasi Kristen).

Arti kata Gereja


Gereja merupakan kata pungut dalam Bahasa Indonesia dari Bahasa Portugis igreja. Bahasa Portugis selanjutnya memungutnya dari Bahasa Latin yang memungutnya dari Bahasa Yunani ekklêsia yang berarti dipanggil keluar (ek=keluar; klesia dari kata kaleo=memanggil). Jadi ekklesia berarti kumpulan orang yang dipanggil ke luar (dari dunia ini).
Interior sebuah gereja di Jakarta Selatan.

Kata gereja dalam Bahasa Indonesia memiliki beberapa arti:

1. Arti pertama ialah “umat” atau lebih tepat persekutuan orang Kristen. Arti ini diterima sebagai arti pertama bagi orang Kristen. Jadi, gereja pertama-tama bukan sebuah gedung.
2. Arti kedua adalah sebuah perhimpunan atau pertemuan ibadah umat Kristen. Bisa bertempat di rumah kediaman, lapangan, ruangan di hotel, atau pun tempat rekreasi. Jadi, tidak melulu mesti di sebuah gedung khusus ibadah.
3. Arti ketiga ialah mazhab (aliran) atau denominasi dalam agama Kristen. Misalkan Gereja Katolik, Gereja Protestan, dll.
4. Arti keempat ialah lembaga (administratif) daripada sebuah mazhab Kristen. Misalkan kalimat “Gereja menentang perang Irak”.
5. Arti terakhir dan juga arti umum adalah sebuah “rumah ibadah” umat Kristen, di mana umat bisa berdoa atau bersembahyang.

Gereja (untuk arti pertama) terbentuk 50 hari setelah kebangkitan Yesus Kristus pada hari raya Pentakosta, yaitu ketika Roh Kudus yang dijanjikan Allah diberikan kepada semua yang percaya pada Yesus Kristus.

Dewa - dewi


Dewa (maskulin) dan Dewi (feminim) adalah keberadaan supranatural yang menguasai unsur-unsur alam atau aspek-aspek tertentu dalam kehidupan manusia. Mereka disembah, dianggap suci dan keramat, dan dihormati oleh manusia.

Dewa dianggap berwujud bermacam-macam, biasanya berwujud manusia atau binatang. Mereka hidup abadi. Mereka memiliki kepribadian masing-masing. Mereka memiliki emosi, kecerdasan, seperti layaknya manusia. Beberapa fenomena alam seperti petir, hujan, banjir, badai, dan sebagainya, termasuk keajaiban adalah ciri khas mereka sebagai pengatur alam. Mereka dapat pula memberi hukuman kepada makhluk yang lebih rendah darinya. Beberapa dewa tidak memiliki kemahakuasaan penuh, sehingga mereka disembah dengan sederhana.

Para makhluk supranatural yang menguasai unsur-unsur alam atau aspek-aspek tertentu dalam kehidupan manusia yang berjenis kelamin pria disebut "Dewa", sedangkan "Dewi" adalah sebutan untuk yang berjenis kelamin wanita.

* 1 Etimologi
* 2 Hubungan antara Dewa dengan manusia
* 3 Dewa yang tunggal
* 4 Pandangan mengenai Dewa-Dewi
o 4.1 Agama Hindu
o 4.2 Agama Buddha
o 4.3 Mesir Kuno
o 4.4 Mitologi Yunani
o 4.5 Mitologi Romawi
o 4.6 Mitologi Nordik

Etimologi

Kata Dewa muncul dari agama Hindu, yakni dari kata Deva atau Daiwa (bahasa Sanskerta), yang berasal dari kata div, yang berarti sinar. Kata dewa dalam bahasa Inggris sama dengan Deity, berasal dari bahasa Latin deus. Bahasa Latin dies dan divum, mirip dengan bahasa Sanskerta div dan diu, yang berarti langit, sinar (lihat: Dyaus). Kata deva (sinar, langit) sama sekali tidak ada hubungannya dengan kata devil (iblis; setan).

Istilah dewa diidentikkan sebagai makhluk suci yang berkuasa terhadap alam semesta. Meskipun pada aliran politeisme menyebut adanya banyak Tuhan, namun dalam bahasa Indonesia, istilah yang dipakai adalah "Dewa" (contoh: Dewa Zeus, bukan Tuhan Zeus). Biasanya istilah dewa dipakai sebagai kata sandang untuk menyebut penguasa alam semesta yang jamak, bisa dibayangkan dan dilukiskan secara nyata, sedangkan istilah Tuhan dipakai untuk penguasa alam semesta yang maha tunggal dan abstrak, tidak bisa dilukiskan, tidak bisa dibayangkan.

Hubungan antara Dewa dengan manusia

Para Dewa dipercaya sebagai makhluk yang tak tampak dan tak dapat dijangkau. Mereka hidup di tempat-tempat suci atau tempat-tempat yang jauh dari jangkauan manusia, seperti surga, neraka, di atas langit, di bawah bumi, di lautan yang dalam, di atas puncak gunung tinggi, di hutan belantara, namun dapat berhubungan dengan manusia karena manifestasi atau kekuatan supranaturalnya. Dalam beberapa agama monoteistik, Tuhan dianggap tinggal di surga namun karena kemahakuasaannya beliau juga ada dimana-mana sehingga dapat berhubungan dengan umatnya kapanpun dan dimana pun, namun secara kasat mata. Dalam pandangan umat beragama (monoteistik, politeistik, panteistik) sesungguhnya Tuhan ada dimana-mana, namun untuk memuliakannya Beliau disebutkan tinggal di surga.

Dalam politeisme, para Dewa digambarkan sebagai makhluk yang memiliki emosi dan wujud seperti manusia, sangat berkuasa, dan antara manusia dan para Dewa ada perbedaan yang sangat menonjol. Para Dewa tinggal di surga sedangkan manusia tinggal di bumi. Karena para Dewa tinggal di surga, maka para Dewa memiliki kekuasaan dan kesaktian untuk mengatur, menghukum atau memberkati umat manusia. Sementara para Dewa berkuasa, maka manusia memujanya dan memberikan persembahan agar dibantu dan diberkati oleh kemahakuasaan-Nya.

Dewa yang tunggal

Dalam agama yang menganut paham monoteisme, Dewa hanya satu dan sebutan Tuhan adalah sebutan yang umum dan layak. Tuhan merupakan sesuatu yang supranatural, menguasai alam semesta, maha kuasa, tidak dapat dibayangkan dan tidak bisa dilukiskan. Agama monoteisme enggan untuk mengakui adanya dewa-dewa karena dianggap sebagai Tuhan tersendiri.

Dalam agama Hindu dan Buddha, meskipun meyakini satu Tuhan, namun ada makhluk yang disebut Dewa yang diyakini di bawah derajat Tuhan. Dalam filsafat Hindu, para Dewa tunduk pada sesuatu yang maha kuasa, yang maha esa, dan yang menciptakan mereka yang disebut Brahman (sebutan Tuhan dalam agama Hindu). Dalam agama Buddha, para Dewa bukanlah makhluk sempurna dan memiliki wewenang untuk mengatur umat manusia. Para Dewa tunduk pada hukum mistik yang mengikat diri mereka pada karma dan samsara.

Dalam hal ini, Tuhan (Allah, Yesus, Brahman, dan sebagainya) adalah sesuatu yang agung dan mulia, tidak bisa disamakan dengan Dewa dan tidak ada yang sederajat dengannya. Meskipun ada agama yang meyakini banyak Dewa (seperti Hindu dan Buddha) namun jika memiliki konsep Ketuhanan yang Maha Esa, para Dewa dianggap sebagai makhluk suci atau malaikat dan tidak sederajat dengan Tuhan.

Pandangan mengenai Dewa-Dewi

Agama Hindu

Trimurti atau Tritunggal Hindu (tiga perwujudan Tuhan yang utama menurut agama Hindu). Dari kiri ke kanan: Brahma (berkulit merah, berkepala empat); Wisnu (berkulit biru, berlengan empat); dan Siwa (berkulit putih, berlengan empat).
Dewa Ra.

Dalam tradisi agama Hindu umumnya, para Dewa (atau "Deva", "Daiwa") adalah manifestasi dari Tuhan Yang Maha Esa (Brahman). Para Dewa merupakan pengatur kehidupan dan perantara Tuhan dalam berhubungan dengan umatnya. Dewa-Dewi tersebut seperti: Brahma, Wisnu, Siwa, Agni, Baruna, Aswin, Kubera, Indra, Ganesa, Yama, Saraswati, Laksmi, Surya, dan lain-lain.

Karena ditemukan konsep ketuhanan yang maha esa, Dewa-Dewi dalam agama Hindu bukan Tuhan tersendiri. Dewa-Dewi dalam agama Hindu hidup abadi, memiliki kesaktian dan menjadi perantara Tuhan ketika memberikan berkah kepada umatnya. Musuh para Dewa adalah para Asura. Menurut agama Hindu, para Dewa tinggal di suatu tempat yang disebut Swargaloka atau Swarga, suatu tempat di alam semesta yang sangat indah, sering disamakan dengan surga. Penguasa di sana ialah Indra, yang bergelar raja surga, atau pemimpin para Dewa.

Agama Buddha

Dalam agama Buddha, Dewa adalah salah satu makhluk yang tidak setara dengan manusia, memiliki kesaktian, hidup panjang, namun tidak abadi. Agama Buddha mengenal banyak Dewa, namun mereka bukan Tuhan, mereka tidak sempurna dan tidak maha kuasa. Mereka (para Dewa) adalah makhluk yang sedang dalam usaha mencari kesempurnaan hidup.

Para Dewa tidak selalu sama dengan Bodhisattva. Para Dewa masih terikat pada karma dan samsara.

Mesir Kuno

Menurut catatan sejarah, bangsa Mesir Kuno menyembah banyak Dewa dan belum menemukan paham Ketuhanan Yang Maha Esa. Menurut kepercayaan Mesir Kuno, para Dewa merupakan makhluk-makhluk yang lebih berkuasa daripada umat manusia dan mengatur aspek-aspek kehidupan umat manusia. Mereka memberkati manusia, melindungi manusia, menghukum manusia, dan mencabut ajal manusia. Dewa-Dewi dalam kepercayaan bangsa Mesir Kuno merupakan penguasa setiap bagian dan unsur alam. Para Dewa merupakan Tuhan tersendiri sesuai dengan kemahakuasaan yang dimilikinya. Para Dewa yang menentukan nasib setiap orang.

Bangsa Mesir Kuno sangat memuliakan Dewa mereka.Tempat memuja para Dewa dan sesuatu yang berkaitan dengan para Dewa (seperti kitab, pusaka, dan kutukan) sangat dikeramatkan. Konon makam-makam para Raja dan kuil-kuil Mesir dilindungi Dewa dan mengandung suatu kutukan bagi orang yang berniat jahat. Pada zaman Mesir Kuno, Dewa yang banyak dipuja dan dianggap sebagai Dewa tertinggi adalah Dewa matahari, Ra (Amon-Ra). Ia merupakan Dewa yang banyak disembah di daratan Mesir. Kuil Abu Simbel didirikan untuk memujanya. Setelah itu, Dewa yang banyak dipuja adalah Osiris, Dewa kehidupan alam, penguasa akhirat. Selain itu, juga ada Anubis, Dewa kegelapan

Mitologi Yunani

12 Dewa Olimpus dari Mitologi Yunani.

Menurut mitologi Yunani, para Dewa adalah makhluk yang lahir seperti manusia, namun memiliki kemahakuasaan untuk mengatur kehidupan manusia. Mereka mengatur aspek-aspek dalam kehidupan manusia. Mereka tidak pernah sakit dan hidup abadi. Setiap Dewa memiliki kemahakuasaan tersendiri sesuai dengan kepribadiannya.

Nenek moyang para Dewa adalah Chaos. Para Titan adalah anak Gaia, keturunan Chaos. Para Titan melahirkan Dewa-Dewi Yunani, seperti Zeus putera Kronus, yang selanjutnya Zeus melempar para Titan dan akhirnya ia bersama para Dewa yang lain menjadi makhluk yang berkuasa dan mengatur kehidupan manusia.

Menurut mitologi Yunani, para Dewa tidak tinggal di surga, tetapi tinggal di gunung Olympus. Di sana mereka berkumpul dan dipimpin oleh Zeus, raja para Dewa. Sebelum kedatangan agama Kristiani, penduduk Yunani menyembah para Dewa. Mereka membuatkan kuil khusus untuk masing-masing Dewa. Dewa-Dewi yang dipuja tersebut, misalnya: Zeus, Hera, Ares, Poseidon, Aphrodite, Demeter, Apollo, Artemis, Hermes, Athena, Hefestus, Hades, Helios, dan lain-lain.

Mitologi Romawi

Mitologi Romawi hampir sama dengan mitologi Yunani, hanya saja nama dewanya menggunakan nama-nama Romawi. Zeus disebut Jupiter, Hera disebut Juno, Ares disebut Mars, Poseidon disebut Neptunus, Aphrodite disebut Venus, Demeter disebut Ceres, Apollo disebut Cupid, Artemis disebut Diana, Hermes disebut Merkurius, Athena disebut Minerva, Hefestus disebut Vulkan, Hades disebut Pluto, Helios disebut Sol, Saturnus, Uranus, Fortuna, dan lain-lain.

Mitologi Nordik

Dewa-Dewi Nordik hidup abadi dengan memakan buah apel dari Iðunn dan masih punya kesempatan hidup sampai Ragnarok tiba.

Dalam mitologi Nordik, para Dewa merupakan makhluk yang mahakuasa, seperti manusia namun hidup abadi. Mereka bersaudara, beristri dan memiliki anak. Para Dewa dibagi menjadi dua golongan, Æsir dan Vanir. Æsir adalah Dewa-Dewi langit, sedangkan Vanir adalah Dewa-Dewi bumi. Æsir tinggal di Asgard sedangkan Vanir tinggal di Vanaheimr.

Menurut mitologi Nordik, para Dewa tidak terkena penyakit dan tidak terkena dampak dari usia tua. Para Dewa hidup abadi meskipun dapat terbunuh dalam pertempuran. Para Dewa menjaga keabadiannya dengan memakan buah apel dari Iðunn, Dewi kesuburan dan kemudaan. Para Dewa mampu bertahan hidup sampai Ragnarok tiba.